Istri sudah punya. Anak juga sudah sepasang. Rumah, meskipun cuma rumah BTN juga sudah punya. Mobil juga meski kreditan sudah punya. Mau apalagi? Pada awalnya aku cuma iseng-iseng saja. Lama-lama jadi keterusan juga. Dan itu semua karena makan buah terlarang.
Kehidupan
rumah tanggaku sebetulnya sangat bahagia. Istriku cantik, seksi dan selalu
menggairahkan. Dari perkimpoian kami kini telah terlahir seorang anak laki-laki
yang kini berusia delapan tahun dan seorang anak cantik berusia tiga tahun, aku
cuma pegawai negeri yang kebetulan punya kedudukan dan jabatan yang lumayan.
Tapi hampir
saja biduk rumah tanggaku dihantam badai. Dan memang semua ini bisa terjadi
karena keisenganku, bermain-main api hingga hampir saja menghanguskan mahligai
rumah tanggaku yang damai. Aku sendiri tidak menyangka kalau bisa menjadi
keterusan begitu.
Awalnya aku
cuma iseng-iseng main ke sebuah klub karaoke. Tidak disangka di sana banyak
juga gadis-gadis cantik berusia remaja. Tingkah laku mereka sangat menggoda.
Dan mereka memang sengaja datang ke sana untuk mencari kesenangan. Tapi tidak
sedikit yang sengaja mencari laki-laki hidung belang.
Terus
terang waktu itu aku sebenarnya tertarik dengan salah seorang gadis di sana.
Wajahnya cantik, Tubuhnya juga padat dan sintal, kulitnya kuning langsat. Dan
aku memperkirakan umurnya tidak lebih dari delapan belas tahun. Aku ingin
mendekatinya, tapi ada keraguan dalam hati. Aku hanya memandanginya saja sambil
menikmati minuman ringan, dan mendengarkan lagu-lagu yang dilantunkan
pengunjung secara bergantian.
Tapi
sungguh tidak diduga sama sekali ternyata gadis itu tahu kalau aku sejak tadi
memperhatikannya. Sambil tersenyum dia menghampiriku, dan langsung saja duduk
disampingku. Bahkan tanpa malu-malu lagi meletakkan tangannya di atas pahaku.
Tentu saja aku sangat terkejut dengan keberaniannya yang kuanggap luar biasa
ini.
“Sendirian aja nih…, Omm..”, sapanya dengan senyuman menggoda.
“Eh, iya..”, sahutku agak tergagap.
“Perlu teman nggak..?” dia langsung menawarkan diri.
“Sendirian aja nih…, Omm..”, sapanya dengan senyuman menggoda.
“Eh, iya..”, sahutku agak tergagap.
“Perlu teman nggak..?” dia langsung menawarkan diri.
Aku tidak
bisa langsung menjawab. Sungguh mati, aku benar-benar tidak tahu kalau gadis
muda belia ini sungguh pandai merayu. Sehingga aku tidak sanggup lagi ketika
dia minta ditraktir minum. Meskipun baru beberapa saat kenal, tapi sikapnya
sudah begitu manja. Bahkan seakan dia sudah lama mengenalku. Padahal baru malam
ini aku datang ke klub karaoke ini dan bertemu dengannya.
Semula aku
memang canggung, Tapi lama-kelamaan jadi biasa juga. Bahkan aku mulai berani
meraba-raba dan meremas-remas pahanya. Memang dia mengenakan rok yang cukup
pendek, sehingga sebagian pahanya jadi terbuka.
Hampir
tengah malam aku baru pulang. Sebenarnya aku tidak biasa pulang sampai larut
malam begini. Tapi istriku tidak rewel dan tidak banyak bertanya. Sepanjang
malam aku tidak bisa tidur. Wajah gadis itu masih terus membayang di pelupuk
mata. Senyumnya, dan kemanjaannya membuatku jadi seperti kembali ke masa
remaja.
Esoknya Aku
datang lagi ke klub karaoke itu, dan ternyata gadis itu juga datang ke sana.
Pertemuan kedua ini sudah tidak membuatku canggung lagi. Bahkan kini aku sudah
berani mencium pipinya. Malam itu aku benar-benar lupa pada anak dan istri di
rumah. Aku bersenang-senang dengan gadis yang sebaya dengan adikku. Kali ini
aku justru pulang menjelang subuh.
Mungkin
karena istriku tidak pernah bertanya, dan juga tidak rewel. Aku jadi
keranjingan pergi ke klub karaoke itu. Dan setiap kali datang, selalu saja
gadis itu yang menemaniku. Dia menyebut namanya Reni. Entah benar atau tidak,
aku sendiri tidak peduli. Tapi malam itu tidak seperti biasanya. Reni
mengajakku keluar meninggalkan klub karaoke. Aku menurut saja, dan
berputar-putar mengelilingi kota Jakarta dengan kijang kreditan yang belum
lunas.
Entah
kenapa, tiba-tiba aku punya pikiran untuk membawa gadis ini ke sebuah
penginapan. Sungguh aku tidak menyangka sama sekali ternyata Reni tidak menolak
ketika aku mampir di halaman depan sebuah losmen. Dan dia juga tidak menolak
ketika aku membawanya masuk ke sebuah kamar yang telah kupesan.
Jari-jariku
langsung bergerak aktif menelusuri setiap lekuk tubuhnya. Bahkan wajahnya dan
lehernya kuhujani dengan ciuman-ciuman yang membangkitkan gairah. Aku mendengar
dia mendesah kecil dan merintih tertahan. Aku tahu kalau Reni sudah mulai
dihinggapi kobaran api gairah asmara yang membara.
Perlahan
aku membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan satu persatu aku melucuti pakaian
yang dikenakan Reni, hingga tanpa busana sama sekali yang melekat di tubuh Reni
yang padat berisi. Reni mendesis dan merintih pelan saat ujung lidahku yang
basah dan hangat mulai bermain dan menggelitik puting payudaranya. Sekujur
tubuhnya langsung bergetar hebat saat ujung jariku mulai menyentuh bagian
tubuhnya yang paling rawan dan sensitif. Jari-jemariku bermain-main dipinggiran
daerah rawan itu. Tapi itu sudah cukup membuat Reni menggelinjang dan semakin
bergairah.
Tergesa-gesa
aku menanggalkan seluruh pakaian yang kukenakan, dan menuntun tangan gadis itu
ke arah batang penisku. Entah kenapa, tiba-tiba Reni menatap wajahku, saat
jari-jari tangannya menggenggam batang penis kebanggaanku ini, Tapi hanya
sebentar saja dia menggenggam penisku dan kemudian melepaskannya. Bahkan dia
melipat pahanya yang indah untuk menutupi keindahan pagar ayunya.
“Jangan, Omm…”, desah Reni tertahan, ketika aku mencoba untuk membuka kembali lipatan pahanya.
“Kenapa?” tanyaku sambil menciumi bagian belakang telinganya.
“Aku…, hmm, aku…” Reni tidak bisa meneruskan kata-katanya. Dia malah menggigit bahuku, tidak sanggup untuk menahan gairah yang semakin besar menguasai seluruh bagian tubuhnya. Saat itu Reni kemudian tidak bisa lagi menolak dan melawan gairahnya sendiri, sehingga sedikit demi sedikit lipatan pahanya yang menutupi vaginanya mulai sedikit terkuak, dan aku kemudian merenggangkannya kedua belah pahanya yang putih mulus itu sehingga aku bisa dengan puas menikmati keindahan bentuk vagina gadis muda ini yang mulai tampak merekah.
“Jangan, Omm…”, desah Reni tertahan, ketika aku mencoba untuk membuka kembali lipatan pahanya.
“Kenapa?” tanyaku sambil menciumi bagian belakang telinganya.
“Aku…, hmm, aku…” Reni tidak bisa meneruskan kata-katanya. Dia malah menggigit bahuku, tidak sanggup untuk menahan gairah yang semakin besar menguasai seluruh bagian tubuhnya. Saat itu Reni kemudian tidak bisa lagi menolak dan melawan gairahnya sendiri, sehingga sedikit demi sedikit lipatan pahanya yang menutupi vaginanya mulai sedikit terkuak, dan aku kemudian merenggangkannya kedua belah pahanya yang putih mulus itu sehingga aku bisa dengan puas menikmati keindahan bentuk vagina gadis muda ini yang mulai tampak merekah.
Dan matanya
langsung terpejam saat merasakan sesuatu benda yang keras, panas dan
berdenyut-denyut mulai menyeruak memasuki liang vaginanya yang mulai membasah.
Dia menggeliat-geliat sehingga membuat batang penisku jadi sulit untuk menembus
lubang vaginanya. Tapi aku tidak kehilangan akal. Aku memeluk tubuhnya dengan
erat sehingga Reni saat itu tidak bisa leluasa menggerak-gerakan lagi tubuhnya.
Saat itu juga aku menekan pinggulku dengan kuat sekali agar seranganku tidak
gagal lagi.
Berhasil!,
begitu kepala penisku memasuki liang vagina Reni yang sempit, aku langsung
menghentakkan pinggulku ke depan sehingga batang penisku melesak ke dalam liang
vagina Reni dengan seutuhnya, seketika itu juga Reni memekik tertahan sambil
menyembunyikan wajahnya di bahuku, Seluruh urat-urat syarafnya langsung
mengejang kaku. Dan keringat langsung bercucuran membasahi tubuhnya. Saat itu
aku juga sangat tersentak kaget, aku merasakan bahwa batang penisku seakan
merobek sesuatu di dalam vagina Reni, dan ini pernah kurasakan pula pada malam
pertamaku, saat aku mengambil kegadisan dari istriku. Aku hampir tidak percaya
bahwa malam ini aku juga mengambil keperawanan dari gadis yang begitu aku sukai
ini. Dan aku seolah masih tidak percaya bahwa Reni ternyata masih perawan.
Aku bisa
mengetahui ketika kuraba pada bagian pangkal pahanya, terdapat cairan kental
yang hangat dan berwarna merah. Aku benar-benar terkejut saat itu, dan tidak
menyangka sama sekali, Reni tidak pernah mengatakannya sejak semula. Tapi itu
semua sudah terjadi. Dan rasa terkejutku seketika lenyap oleh desakan gairah
membara yang begitu berkobar-kobar.
Aku mulai
menggerak-gerakan tubuhku, agar penisku dapat bermain-main di dalam lubang
vagina Renny yang masih begitu rapat dan kenyal, Sementara Reni sudah mulai
tampak tidak kesakitan dan sesekali tampak di wajahnya dia sudah bisa mulai
merasakan kenikmatan dari gerakan-gerakan maju mundur penisku seakan membawanya
ke batas ujung dunia tak bertepi.
Malam itu
juga Reni menyerahkan keperawannya padaku tanpa ada unsur paksaan. Meskipun dia
kemudian menangis setelah semuanya terjadi, Dan aku sendiri merasa menyesal
karena aku tidak mungkin mengembalikan keperawanannya. Aku memandangi
bercak-bercak darah yang mengotori sprei sambil memeluk tubuh Reni yang masih
polos dan sesekali masih terdengar isak tangisnya.
“Maafkan aku, Reni. Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan. Seharusnya kamu bilang sejak semula…”, kataku mencoba menghibur.
“Maafkan aku, Reni. Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan. Seharusnya kamu bilang sejak semula…”, kataku mencoba menghibur.
Reny hanya
diam saja. Dia melepaskan pelukanku dan turun dari pembaringan. Dia melangkah
gontai ke kamar mandi. Sebentar saja sudah terdengar suara air yang menghantam
lantai di dalam kamar mandi. Sedangkan aku masih duduk di ranjang ini,
bersandar pada kepala pembaringan.
Aku menunggu
sampai Reni keluar dari kamar mandi dengan tubuh terlilit handuk dan rambut
yang basah. Aku terus memandanginya dengan berbagai perasaan berkecamuk di
dalam dada. Bagaimanapun aku sudah merenggut kegadisannya. Dan itu terjadi
tanpa dapat dicegah kembali. Reni duduk disisi pembaringan sambil mengeringkan
rambutnya dengan handuk lain.
Aku memeluk
pinggangnya, dan menciumi punggungnya yang putih dan halus. Reni menggeliat
sedikit, tapi tidak menolak ketika aku membawanya kembali berbaring di atas
ranjang. Gairahku kembali bangkit saat handuk yang melilit tubuhnya terlepas
dan terbentang pemandangan yang begitu menggairahkan datang dari keindahan
kedua belah payudaranya yang kencang dan montok, serta keindahan dari bulu-bulu
halus tipis yang menghiasi di sekitar vaginanya.
Dan secepat
kilat aku kembali menghujani tubuhnya dengan kecupan-kecupan yang membangkitkan
gairahnya. Reni merintih tertahan, menahan gejolak gairahnya yang mendadak saja
terusik kembali.
“Pelan-pelan, Omm. Perih…”, rintih Reni tertahan, saat aku mulai kembali mendobrak benteng pagar ayunya untuk yang kedua kalinya. Renny menyeringai dan merintih tertahan sambil mengigit-gigit bibirnya sendiri, saat aku sudah mulai menggerak-gerakan pinggulku dengan irama yang tetap dan teratur.
“Pelan-pelan, Omm. Perih…”, rintih Reni tertahan, saat aku mulai kembali mendobrak benteng pagar ayunya untuk yang kedua kalinya. Renny menyeringai dan merintih tertahan sambil mengigit-gigit bibirnya sendiri, saat aku sudah mulai menggerak-gerakan pinggulku dengan irama yang tetap dan teratur.
Perlahan
tapi pasti, Reni mulai mengimbangi gerakan tubuhku. Sementara gerakan-gerakan
yang kulakukan semakin liar dan tak terkendali. Beberapa kali Reni memekik
tertahan dengan tubuh terguncang dan menggeletar bagai tersengat kenikmatan
klimaks ribuan volt. Kali ini Reni mencapai puncak orgasme yang mungkin pertama
kali baru dirasakannya.
Tubuhnya langsung lunglai
di pembaringan, dan aku merasakan denyutan-denyutan lembut dari dalam
vaginanya, merasakan kenikmatan denyut-denyut vagina Reni, membuatku hilang
kontrol dan tidak mampu menahan lagi permainan ini.. hingga akhirnya aku
merasakan kejatan-kejatan hebat disertai kenikmatan luar biasa saat cairan
spermaku muncrat berhamburan di dalam liang vagina Renny. Akupun akhirnya rebah
tak bertenaga dan tidur berpelukan dengan Reni malam itu.
0 komentar :
Posting Komentar